Curhat Lansia Jepang soal Lonely Death, Dihantui Ketakutan Mati Sendirian

2 months ago 6
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Sebanyak 68 ribu lansia di Jepang diprediksi akan meninggal sendirian di tengah angka populasi kelompok usia lanjut meningkat di negara itu.

"Kami sesekali saling menyapa, tapi itu saja. Jika salah satu tetangga saya meninggal, saya tidak yakin saya akan menyadarinya," kata Noriko Shikama, 76 kepada The Guardian.

Hampir 22.000 orang di Jepang meninggal di rumah sendirian dalam tiga bulan pertama tahun ini, menurut laporan terbaru oleh badan polisi nasional, dengan sekitar 80 persen dari mereka berusia 65 tahun atau lebih. Pada akhir tahun, badan tersebut memperkirakan bahwa kasus kematian soliter akan mencapai 68.000, dibandingkan dengan sekitar 27.000 pada tahun 2011.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena populasi Jepang terus menua, lebih banyak orang menghabiskan tahun-tahun terakhir hidup mereka dalam isolasi. Jumlah orang berusia di atas 65 tahun yang hidup sendiri mencapai 7,38 juta pada tahun 2020 dan diperkirakan akan meningkat menjadi hampir 11 juta pada tahun 2050, menurut Institut Nasional Kependudukan dan Penelitian Jaminan Sosial. Rumah tangga satu orang menyumbang hampir 38% dari total rumah tangga, menurut sensus 2020, kenaikan 13,3% dari survei sebelumnya yang dilakukan lima tahun sebelumnya.

"Kemungkinan kematian sendirian pasti akan meningkat di masyarakat mulai sekarang. Penting bagi kami mengatasi hal ini," kata Menteri Kesehatan, Keizo Takemi, bulan lalu.

"Aku tidak melakukannya dengan baik," kata Kohama ketika Shikama bertanya padanya bagaimana keadaannya. Sejak anjingnya, hewan peliharaan selama 18 tahun, meninggal tahun lalu dia membatasi kontaknya dengan dunia luar.

Kohama, yang tidak memiliki anak, mengungkapkan kekhawatirannya yang besar terkait kematian dalam kesendirian.

"Saya akan berbohong jika saya mengatakan saya tidak khawatir tentang kematian sendirian. Tapi kita tidak memiliki kendali atas kapan dan bagaimana kita mati. Itu terserah Tuhan," ucap dia.

Dalam kesempatan terpisah, Masataka Nakagawa, seorang peneliti senior dengan Institut Nasional Kependudukan dan Penelitian Jaminan Sosial yang dikelola pemerintah, mengatakan ada tiga alasan utama tingginya jumlah kodokushi, atau kematian kesepian, di Jepang. Pertama, menurunnya angka kelahiran karena penduduk mulai enggan untuk menikah.

Kedua, keluarga tak lagi tinggal bersama-sama. Para anak umumnya bekerja dan tinggal di kota besar.

"Faktor ketiga adalah harapan hidup rata-rata yang lebih lama, yang menyebabkan setengah dari pasangan lanjut usia - biasanya wanita - hidup sendiri," kata Nakagawa.


(kna/naf)

Read Entire Article