5 Mitos Tentang Kematian di Tegal, Percaya Tidak?

7 hours ago 2
ARTICLE AD BOX

Tegal -

Mitos tentang kematian yang sering kali dianggap sebagai tahayul oleh sebagian orang, ternyata masih memiliki daya tarik dan pengaruh kuat di masyarakat Tegal.

Meskipun zaman terus berubah, kepercayaan akan mitos-mitos ini tetap hidup dan bahkan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Berikut lima mitos tentang kematian di Tegal yang hingga kini masih dipercaya banyak orang:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Mitos Kursi Bupati Tegal

Di Tegal terdapat mitos bahwa menjadi Bupati Tegal tidak boleh menjabat dua periode. Jika seseorang menjabat dua periode, konon hanya ada dua kemungkinan: masuk penjara atau meninggal dunia.

Masyarakat Tegal yang percaya akan mitos ini sering menggunakan argumen berikut: Bupati Tegal, Agus Riyanto, terpilih untuk periode 2004-2009 berpasangan dengan Hamam Miftah.

Kemudian, Agus Riyanto terpilih kembali untuk periode 2009-2014 berpasangan dengan Herry Soelistyawan. Namun, pada tahun 2011, Agus Riyanto terseret kasus korupsi.

Kursi Bupati Tegal kemudian dipegang oleh wakilnya, Herry Soelistyawan (2011-2013). Herry berencana mencalonkan diri lagi, tetapi gagal karena meninggal dunia akibat serangan jantung dan kelelahan saat masih menjadi bakal calon.

Nasib serupa menimpa Bupati Tegal selanjutnya, Enthus Susmono, yang meninggal dunia saat kampanye untuk periode kedua.

2. Meninggal di Hari Sabtu Manis: Mitosnya Mengajak Teman

Dalam mitos Suku Jawa, kematian seseorang pada hari Sabtu diyakini dapat menular kepada orang lain, sehingga orang-orang di sekitarnya akan ikut meninggal dalam beberapa hari berikutnya.

Di Tegal, terdapat mitos serupa, namun dengan penekanan khusus pada Hari Sabtu Manis. Untuk mengatasi hal ini, nisan makam orang yang meninggal pada Hari Sabtu Manis diganti dengan alat untuk menumbuk padi (alu).

Meski banyak keluarga menganggap tindakan ini sebagai mitos belaka dan memilih untuk mengabaikannya, sering kali terjadi kematian beruntun dalam beberapa hari.

Akibatnya, timbul kegaduhan di masyarakat, dan para sesepuh desa kemudian mengganti nisan orang yang baru meninggal dengan alu untuk menghentikan kematian beruntun tersebut. Entah itu hanya sebuah kebetulan, kematian beruntun tersebut pun berhenti.

3. Kakak Beradik Nikah Secara Bersamaan: Penyebab Kematian dalam Keluarga

Mitos berikutnya berkaitan dengan larangan bagi kakak beradik untuk menikah secara bersamaan. Masyarakat meyakini bahwa jika larangan ini dilanggar, salah satu anggota keluarga akan meninggal dunia atau salah satu pasangan akan mengalami perceraian.

Entah kebetulan atau tidak, ada kakak beradik yang usianya tidak terlalu jauh, sudah memiliki pasangan, dan berencana melangkah ke jenjang pernikahan secara bersamaan. Orang tua mereka berpikir bahwa lebih baik melangsungkan pernikahan secara bersamaan daripada dipisah-pisah.

Meskipun banyak kerabat melarang karena terkait dengan mitos, mereka tetap melanjutkan rencana tersebut, menganggapnya hanya sebagai kepercayaan belaka.

Tak lama setelah itu, anak sulung mereka meninggal dunia. Masyarakat pun mengaitkan kejadian tersebut dengan mitos tersebut. Ada pula kejadian serupa di mana salah satu pasangan mengalami keretakan rumah tangga.

4. Meninggal dalam Keadaan Hamil: Gentayangan Jadi Kuntilanak

Mitos selanjutnya berkaitan dengan kematian seseorang dalam keadaan hamil, yang konon akan gentayangan menjadi kuntilanak. Mitos ini tidak hanya ada di Tegal, tetapi juga di berbagai kota di Jawa.

Untuk mengatasi mitos ini, masyarakat biasanya melakukan dua cara. Pertama, dengan mengeluarkan jabang bayi dari rahim ibu yang meninggal. Kedua, dengan meletakkan biji kacang hijau yang sudah direbus di kuburan orang yang meninggal dalam keadaan hamil.

Masyarakat percaya bahwa dengan meletakkan biji kacang hijau rebus tersebut di kuburan dan mengucapkan kalimat bahwa orang tersebut boleh kembali ke rumah jika biji kacang hijau tersebut tumbuh menjadi kecambah, maka roh orang yang meninggal akan tenang dan tidak gentayangan.

5. Keranda sebagai Pertanda Kematian

Keranda, yang digunakan untuk menggotong mayat dan biasanya diletakkan di kompleks makam, diyakini oleh masyarakat dapat memberi pertanda akan adanya kematian dalam waktu dekat.

Menurut mitos yang beredar, keranda ini akan memberikan sinyal berupa goyangan atau suara gelotakan pada malam hari sebagai tanda bahwa akan ada seseorang yang meninggal dalam waktu dekat.

Di desa saya, ada cerita tentang seseorang yang pulang ke rumah setelah menghadiri pengajian pada waktu sandekala (menjelang Maghrib). Dia melewati sebuah sungai kecil di samping kuburan dan ketika menyeberang, otomatis wajahnya akan melihat keranda yang ada di kuburan.

Saat dia melewati sungai tersebut, tiba-tiba keranda itu bergoyang atau gelotakan. Beberapa hari kemudian, ada seseorang di desa yang meninggal dunia.

Itulah 5 mitos tentang kematian di Tegal yang hingga kini masih dipercaya banyak orang.

Read Entire Article